Sabtu, 05 Oktober 2013

makalah hukum dagang "Fidusia"

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Latar belakang timbulnya lembaga fidusia, sebagaimana dipaparkan oleh para ahli adalah karena ketentuan undang-undang yang mengatur tentang lembaga pand (gadai) mengandung banyak kekurangan, tidak memenuhi kebutuhan masyarakat dan tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat (Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, 1977: 15-116).
Berdasarkan perkembangan dalam sejarahnya, Fidusia ini berawal dari suatu perjanjian yang hanya didasarkan pada kepercayaan.  Namun lama kelamaan dalam prakteknya diperlukan suatu kepastian hukum yang dapat melindungi kepentingan para pihak. 
Fidusia menurut asal katanya berasal dari bahasa Romawi fides yang berarti kepercayaan. Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia. Begitu pula istilah ini digunakan dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
B.  Rumusan Masalah
Adapun yang kami bahas dalam makalah kami yakni antara lain:
1.    Pengertian fidusia dan jaminan fidusia
2.    Perbedaan Antara Gadai Dan Fidusia
3.    Sifat-sifat dari Jaminan Fidusia
4.    Undang-Undang Jaminan Fidusia.
5.    Akibat Hukum dari Jaminan Fidusia.
6.    Proses Eksekusi dari Jaminan Fidusia





BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Fidusia dan Jaminan Fidusia
1.    Latar Belakang Terjadinya jaminan Fidusia.
Latar belakang timbulnya lembaga fidusia, sebagaimana dipaparkan oleh para ahli adalah karena ketentuan undang-undang yang mengatur tentang lembaga pand (gadai) mengandung banyak kekurangan, tidak memenuhi kebutuhan masyarakat dan tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat (Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, 1977: 15-116).
Berdasarkan perkembangan dalam sejarahnya, Fidusia ini berawal dari suatu perjanjian yang hanya didasarkan pada kepercayaan.  Namun lama kelamaan dalam prakteknya diperlukan suatu kepastian hukum yang dapat melindungi kepentingan para pihak. 

2.    Pengertian Fidusia
Fidusia menurut asal katanya berasal dari bahasa Romawi fides yang berarti kepercayaan. Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia. Begitu pula istilah ini digunakan dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam terminologi Belanda istilah ini sering disebut secara lengkap yaitu Fiduciare Eigendom Overdracht (F.E.O.) yaitu penyerahan hak milik secara kepercayaan. Sedangkan dalam istilah bahasa Inggris disebut Fiduciary Transfer of Ownership.
Pengertian fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia terdapat berbagai pengaturan mengenai fidusia diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun telah memberikan kedudukan fidusia sebagai lembaga jaminan yang diakui undang-undang.
Menurut Undang-undang nomor 42 Tahun 1999, pengertian  Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda  yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Pengertian FIDUSIA pasal 1 ayat 1 fidusia adalah: “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu.”
Dr. A. Hamzah dan Senjun Manulang mengartikan fidusia adalah: “Suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (debitur) berdasarkan adanya perjanjian pokok (perjanjian utang piutang) kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara yuridise-levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan saja (sebagai jaminan uant debitur), sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh debitur, tetapi bukan lagi sebagai eigenaar maupun bezitter, melainkan hanya sebagai detentor atau houder dan atas nama kreditur- eigenaar” (A. Hamzah dan Senjun Manulang, 1987).
3.    Pengertian jaminan Fidusia.
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan  benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagai mana dimaksud  dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan  Pemberi Fidusia (debitor), sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan  kepada Penerima Fidusia (kreditor) terhadap kreditor lainnya.
Jaminan fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditor kepada debitor  yang melibatkan penjaminan. Jaminan tersebut kedudukannya masih dalam penguasaan pemilik jaminan.  Tetapi untuk  menjamin kepastian hukum bagi  kreditor maka dibuat akta yang dibuat oleh notaris dan didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Nanti kreditor akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dari definisi yang diberikan jelas bagi kita bahwa Fidusia dibedakan dari Jaminan Fidusia, dimana Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan dan Jaminan Fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia[1].
B.     Perbedaan Antara Gadai dan Fidusia
1 Ditinjau Dari Segi Pengertian
Gadai adalah suatu hak yang diperolehkreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur (si berutang),atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditor itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada kreditur-kreditur lainnya,dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada di dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.

2. dari segi sumber hukumnya
Gadai: Pasal 1150 s.d. Pasal 1160 Kitab undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Jaminan Fidusia: (1). Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia; (2). Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.

3. Dari Segi Unsur-unsurnya
Gadai:
1. gadai diberikan hanya atas benda bergerak;
2. jaminan gadai harus dikeluarkan dari penguasaan Pemberi Gadai (Debitor), adanya penyerahan benda gadai secara fisik (lavering);
3. gadai memberikan hak kepada kreditor untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas piutang kreditur (droit de preference);
4. gadai memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mengambil sendiri pelunasan secara mendahului.
Fidusia:
1. fidusia diberikan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek;
2. fidusia merupakan jaminan serah kepemilikan yaitu debitur tidak menyerahkan benda jaminan
secara fisik kepada kreditur tetapi tetap berada di bawah kekuasaan debitur (constitutum possessorium), namun pihak debitur tidak diperkenankan mengalihkan benda jaminan tersebut kepada pihak lain (debitur menyerahkan hak kepemilikan atas benda jaminan kepada kreditur);
3. fidusia memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas hasil eksekusi benda yang menjadi obyek jaminan;
4. fidusia memberikan kewenangan kepada kreditur untuk menjual benda jaminan atas kekuasaannya sendiri.
Dan masih banyak lagi perbedaan antara gadai dan jaminan fidusia yang ditinjau dari berbagai aspek.
C.    Sifat-sifat dari Jaminan Fidusia
Adapun yang menjadi sifat dari jaminan fidusia antara lain:
1. Jaminan Fidusia memiliki sifat accessoir.
2. Jaminan Fidusia memberikan Hak Preferent (hak untuk didahulukan).
3. Jaminan Fidusia memiliki sifat droit de suite.
4. Jaminan Fidusia untuk menjamin utang yang sudah ada atau yang akan ada.
5. Jaminan Fidusia memiliki kekuatan eksekutorial.
6. Jaminan Fidusia mempunya sifat spesialitas dan publisitas.
7.  Objek jaminan fidusia berupa benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, dan benda tidak bergerak yang tidak dibebankan dengan Hak Tanggungan, serta benda yang diperoleh dikemudian hari.

D.    Undang-Undang Jaminan Fidusia.
Jaminan fidusia sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
Terkait dengan ketentuan di atas, maka berikut penjelasan mengenai proses pembebanan fidusia serta hal-hal yang menyebabkan hapusnya jaminan fidusia, dan berikut penjelasannya:
1)    Proses atau tahapan pembebanan fidusia adalah sebagai berikut:
a.    Proses pertama, dengan membuat perjanjian pokok berupa perjanjian kredit;
b.    Proses kedua, pembebanan benda dengan jaminan fidusia yang ditandai dengan pembuatan Akta Jaminan Fidusia (AJF), yang didalamnya memuat hari, tanggal, waktu pembuatan, identitas para pihak, data perjanjian pokok fidusia, uraian objek fidusia, nilai penjaminan serta nilai objek jaminan fidusia;
c.    Proses ketiga, adalah pendaftaran AJF di kantor pendaftaran fidusia, yang kemudian akan diterbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia kepada kreditur sebagai penerima fidusia;
2)    Adapun Jaminan fidusia hapus disebabkan hal-hal sebagai berikut:
a.    Karena hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
b.    Karena pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia;
c.    Karena musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Terkait penjelasan tersebut di atas dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang fidusia disebutkan pula, bahwa undang-undang ini menganut larangan milik beding, yang berarti setiap janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur cidera janji, adalah batal demi hukum.

E.  Akibat Hukum dari Jaminan Fidusia.
Jaminan fidusia yang tidak dibuatkan sertifikat jaminan fidusia menimbulkan akibat hukum yang komplek dan beresiko. Kreditor bisa melakukan hak eksekusinya karena dianggap sepihak dan dapat menimbulkan kesewenang-wenangan  dari kreditor. Bisa juga karena mengingat pembiayaan atas barang objek fidusia biasanya tidak full sesuai dengan nilai barang. Atau, debitur sudah melaksanakan kewajiban sebagian dari perjanjian yang dilakukan, sehingga dapat dikatakan bahwa diatas barang tersebut berdiri hak sebagian milik debitor dan sebagian milik kreditor.
Apalagi jika eksekusi tersebut tidak melalui badan penilai harga yang resmi atau badan pelelangan umum. Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sesuai diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata  dan dapat digugat ganti kerugian. Dalam konsepsi hukum pidana,  eksekusi objek fidusia di bawah tangan masuk dalam tindak pidana Pasal 368 KUHPidana jika kreditor melakukan pemaksaan dan ancaman perampasan. 
Situasi ini dapat terjadi jika kreditor dalam eksekusi  melakukan pemaksaan dan mengambil barang secara sepihak, padahal diketahui dalam barang tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain. Walaupun juga diketahui bahwa sebagian dari barang tersebut adalah milik kreditor yang mau mengeksekusi tetapi tidak didaftarkan dalam di kantor fidusia. 
Bahkan pengenaan pasal-pasal lain dapat  terjadi mengingat bahwa dimana-mana eksekusi merupakan bukan hal yang mudah, untuk itu butuh jaminan hukum dan dukungan aparat hukum secara legal. Inilah urgensi perlindungan hukum yang seimbang antara kreditor dan debitor. Bahkan apabila debitor mengalihkan benda objek fidusia yang dilakukan dibawah tangan kepada pihak lain tidak dapat dijerat dengan UU No. 42 Tahun 1999 Tentang jaminan fidusia, karena tidak syah atau legalnya perjanjian jaminan fidusia yang dibuat.
F.     Proses Eksekusi dari Jaminan Fidusia
Bahwa asas perjanjian “pacta sun servanda” yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat oleh  pihak-pihak yang bersepakat, akan menjadi undang-undang bagi keduanya, tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian. Tetapi terhadap perjanjian yang memberikan penjaminan fidusia  di bawah tangan tidak dapat dilakukan eksekusi. Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang normal hingga turunnya putusan pengadilan.
Inilah pilihan yang prosedural hukum formil agar dapat menjaga keadilan dan penegakan terhadap hukum materiil yang dikandungnya.   Proses ini hampir pasti memakan waktu panjang, kalau para pihak menggunakan semua upaya hukum yang tersedia.  Biaya yang musti dikeluarkan pun tidak sedikit. Tentu saja, ini sebuah pilihan dilematis. Dalih mengejar margin besar juga harus mempertimbangkan rasa keadilan semua pihak.
















BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Dari pembahasan singkat diatas maka dapat ditarik kesimpulan mengenai hal-hal yang urgen mengenai jaminan fidusia. Fidusia menurut asal katanya berasal dari bahasa Romawi fides yang berarti kepercayaan. Pengertian fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Jaminan fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditor kepada debitor  yang melibatkan penjaminan. Jaminan tersebut kedudukannya masih dalam penguasaan pemilik jaminan.  Berbeda dengan jaminan fidusia yakni Gadai adalah suatu hak yang diperolehkreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur (si berutang),atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditor itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada kreditur-kreditur lainnya,dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.

B. Saran
Semoga dengan adanya pembahasan makalah kami dapat menjadi masukan dan sumber pengetahuan bagi semua orang dan semoga bermanfaat. Kami menyadari sepenuhnya bahwa kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari salah dan lupa, oleh sebab itu kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami sangat harapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak terutama dari dosen yang bersangkutan, agar kedepannya dapat membuat yang lebih baik.



DAFTAR PUSTAKA

http://pumkienz.multiply.com/reviews/item/5
http://www.tanyahukum.com/perjanjian/20/proses-pembebanan-dan-penghapusan-jaminan-fidusia/
http://s2.hukum.univpancasila.ac.id/attachments

Makalah PIH


B A B   I
P E N D A H U L U A N


1.1            L a t a r   B e l a k a n g

Istilah “Hukum Pidana” menurut Prof. Satochid mengandung beberapa arti atau dapat dipandang dari beberapa sudut, antara lain bahwa Hukum Pidana, disebut juga “Ius Poenale” yaitu “sejumlah peraturan yang mengandung larangan-larangan atau keharusan-keharusan dimana terhadap pelanggarnya diancam dengan hukuman”.
Kami mengangkat kasus ini karena adanya tindak pidana yang terjadi di Bojong Jatisari tentang penipuan jenis kelamin, penipuan surat nikah, juga pembohongan publik dimedia jejaring social facebook. Kaitannya dengan hukum ini akan melahirkan efek jera yang tidak bisa diterobos oleh apapun.
Adapun yang menjadi Asas-asas berlakunya KUHP.
1.       Asas Teritorial atau Wilayah
Undang-undang hukum pidana berlaku didasarkan pada tempat atau teritoir dimana perbuatan dilakukan.
2.       Asas Nasionalitas Aktif atau Personalitas
Berlakunya KUHP didasarkan pada kewarganegaraan atau nasionalitas seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan. Undang-undang Hukum Pidana hanya berlaku pada warga negara, tempat dimana perbuatan dilakukan tidak menjadi masalah.
3.       Asas Nasionalitas Pasif atau Asas Perlindungan
Didasarkan kepada kepentingan hukum negara yang dilanggar. Bila kepentingan hukum negara dilanggar oleh warga negara atau bukan, baik di dalam ataupun di luar negara yang menganut asas tersebut, maka undang-undang hukum pidana dapat diberlakukan terhadap si pelanggar. Dasar hukumnya adalah bahwa tiap negara yang berdaulat pada umumnya berhak melindungi kepentingan hukum negaranya.
4.       Asas Universalitas
Undang-undang Hukum Pidana dapat diberlakukan terhadap siapapun yang melanggar kepentingan hukum dari seluruh dunia. Dasar hukumnya adalah kepentingan hukum seluruh dunia.


1.2            P e r u m u s a n   M a s a l a h

Dalam tugas kelompok ini. Kami yang membahas mengenai masalah kejahatan pidana, didapatkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam analisis permasalahan. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut :
“Bagaimana terjadinya kasus penipuan jenis kelamin di Bojong Jatisari ?”



1.3            M a k s u d   d a n   T u j u a n

Maksud dan tujuan yang akan dicapai dari penyusunan ini adalah sebagai berikut :
a.       Untuk mengetahui asas-asas dan segala sesuatu  mengenai tindak pidana.
b.      Untuk mengetahui contoh kasus yang ada kaitannya dengan hukum pidana yang terjadi di Indonesia.
c.       Untuk menganalisis lebih jauh tentang kasus penipuan jenis kelamin dan hukuman pidana yang akan diterimanya.


1.4            M a n f a a t


A.     Bagi Penulis
Penulisan makalah ini disusun sebagai salah satu pemenuhan tugas dari mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum.

B.      Bagi Pihak Lain
Makalah ini diharapkan dapat menambah referensi pustaka yang berhubungan dengan permasalahan tindak kejahatan pidana di Indonesia.
1.5            M e t o d e   P e n u l i s a n


1.5.1        Objek Penulisan
Objek penulisan dalam tugas kelompok ini adalah tindak pidana yang terjadi di Bojong Jatisari tentang penipuan jenis kelamin, penipuan surat nikah, juga pembohongan publik dimedia jejaring sosial facebook.

1.5.2        Metode Pengumpulan Data
Dalam pembuatan makalah ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah kaji pustaka terhadap bahan-bahan kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam makalah ini yaitu masalah mengenai tindak pidana yang terjadi di Bojong Jatisari tentang penipuan jenis kelamin, penipuan surat nikah, juga pembohongan publik dimedia. Sebagai referensi juga diperoleh dari media berbagai media informasi baik dari televisi, koran maupun situs web internet yang membahas mengenai masalah tindak pidana tersebut.

1.5.3        Metode Analisis
Penulisan makalah ini berdasarkan metode deskritif analistis, yaitu mengidentifikasikan permasalahan berdasarkan fakta dan data yang ada, menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka dan data pendukung lainnya.
B A B   II
T E O R I



2.1      P e n j e l a s a n

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk kedalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
1.       Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
2.       Menentukan kapan dan hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
3.       Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
4.       Indonesia adalah negara yang menganut sistem hukum campuran dengan sistem hukum utama yaitu sistem hukum Eropa Kontinental. Selain sistem hukum Eropa Kontinental, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat dan sistem hukum Agama, khususnya hukum (syari’at) islam.

Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum-hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa Kontinental, khusunya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama karena sebagian masyaraka Indonesia menganut Islam. Maka dominasi hukum atau syari’at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam undang-undang atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
Hukum Pidana Indonesia
Berdasarkan isinya, hukum dapat dibagi menjadi 2, yaitu Hukum Privat dan Hukum Publik (C.S.T Kansil). Hukum Privat adalah hukum yang mengatur hubungan orang perorang, sedangkan Hukum Publik adalah hukum yang mengatur hubungan antar negara dengan warga negaranya. Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan tindak pidana materiil diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Hukum pidana formil mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materiil. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana formil telah dilaksanakan dengan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).


2.2      Tentang Perundang-undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Dalam makalah ini, kami sampaikan informasi dasar lainnya mengenai hal-hal yang terkait dengan perkawinan, berdasarkan UU yang berlaku pada saat ini  (UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).
BAB I  Dasar Perkawinan
Pasal 1
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 2
1)      Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
2)      Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 3
1)      Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
2)      Pengadilan, dapat memberikan izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Pasal 4
1)      Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaiman tersebut dalam pasal 3 ayat (2)
2)      Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
3)      Pengadilan di maksud data ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila :
a.        Isteri tidak dapat menjalanka kewajibannya sebagai isteri;
b.       Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c.        Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal 5
1)      Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat sebagai berikut :
a.        Adanya persetujuan dari isteri/ isteri-isteri;
b.       Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;
c.        Adanya jaminan bahwa suami berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.
2)      Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/ isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.


B A B   III
M A S A L A H


3.1      Pernikahan Sesama Jenis Pada Tahun 2010 Silam di Kampung Bojong Jatisari

Polisi juga masih mendalami kasus ini, termasuk kemungkinan tindak kekerasan selama Umar dan Icha hidup serumah. Pernikahan Umar dan Rahmat terjadi pada Agustus 2010 silam. Selang enam bulan berlalu, kedok sang pengatin perempuan terungkap. Icha yang mengaku Fransiska Anastasya Octaviany adalah pria bernama Rahmat. Aparat  Polsek Jatiasih telah meminta keterangan beberapa orang saksi dan menetapkan Rahmat sebagai tersangka. Rahmat terancam hukuman maksimal tujuh tahun penjara dalam pasal pemalsuan identitas.
Menurut hukum Islam, pernikahan Umar dengan Fransiska Anastasya Octaviany alias Icha fasid atau rusak. Karena itu, KUA Jatiasih tempat keduanya tercatat sebagai suami isteri harus mencabut buku nikah keduanya. “Kalau secara hukum Islam itu kan sudah fasid, jadi pernikahan itu sudah rusak, harus dipisahkan. Surat-suratnya harus dicabut,” kata pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ali Mustafa saat berbincang dengan detikcom, sabtu (2/4/2011). Ali mengatakan, setelah surat nikah dicabut, keduanya akan berstatus sebagai single. “Bukan duda dan bukan janda. Statusnya belum pernah menikah,” katanya. Sebelumnya Ali mengatakan, hukum pernikahan Umar dan Icha adalah fasid yang artinya rusak. Ali yang juga merupakan Imam Besar Masjid Istiqlal itu mengatakan, fasid sebenarnya mirip dengan batal. Namun hukum fasid itu untuk suatu hal yang sebelum peristiwa itu terjadi, si pelaku tidak mengetahuinya. Ali mengatakan, pernikahan Umar dan Icha juga diwarnai pelanggaran lainnya. Pelanggran itu yakni tidak adanya wali. Umar dan Icha menikah sepekan sesudah lebaran 2010 lalu. Keduanya hidup serumah dengan orang tua Umar di Jatiasih, Bekasi. Setelah enam berlalu baru ketahuan Icha ternyata seorang laki-laki yang bernama Rahmat Sulityo.
Karena merasa tertipu, Umar akhirnya melaporkan isterinya itu ke Polsek Jatiasih. Sang isteri yang dikenalnya dari jejaring social Facebook itu kini ditahan dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara.


3.2      Pernikahan Umar dan Icha Ilegal

Kantor Urusan Agama (KUA) Jatiasih, Bekasi, pernikahan Muhammad Umar dengan Fransiska Anastasya alias Rahmat Sulistyo ilegal. Sebab, surat nikah Umar dan Icha sapaan akrab Fransiska Anastasya palsu. “Kami sudah memeriksa foto kopi buku nikahnya ternyata palsu,” kata Kepala KUA Jatiasih, Sumroni, saat berbincang dengan vivanews.com, senin malam, 4 April 2011. Menurut Sumroni, setelah dicocokkan dengan nomor register buku nikah, nomor yang tertera dalam buku nikah Umar dan Icha telah dipakai orang lain. “Kami melihat, tanggal pernikahannya pada 19 September 2010. Ternyata yang terdaftar atas nama Didin Syamsudin dan Muthaharah.” Kata dia. Dia menambahkan, KUA Jatiasih telah melakukan terhadap pemeriksaan terhadap kemungkinan adanya oknum pegawai KUA yang membuat buku nikah palsu tersebut. Hasilnya tidak ada yang mengeluarkan buku nikah tersebut. “Jadi, ya benar-benar palsu.” Katanya. “Kami telah mengecek dengan jumlah buku nikah yang terdaftar, berapa  yang terpakai dan berapa yang belum terpakai. Hasilnya masih cocok, tak ada yang keluar secara ilegal,” tutur Sumroni. Sumroni menambahkan, pernikahan Umar dan Icha dilakukan tanpa sepengetahuan petugas KUA Jatiasih. KUA, kata dia, juga tidak pernah memerintahkan penghulu untuk menikahkan mereka berdua. “Saya sebagai Ketua KUA tidak pernah memerintahkan penghulu untuk menikahkan mereka berdua.” Kata dia. Lantas, bagaimana dengan status pernikahan Umar dan Icha ? “Ya tidak sah, ilegal,” kata dia.
Menurut Sumroni, KUA Jatiasih tidak akan melakukan pembatalan pernikahan mereka berdua. Karena, pernikahan Umar dan Icha memang tidak sah menurut hukum di Indonesia. “Kami tidak perlu melakukan proses perceraian keduanya, karena memang tidak sah perceraian itu,” kata dia. Umar dan Icha telah menjalani menjalani pernikahan selama enam bulan. Belakangan, Icha yang menjadi isteri Umar diketahui berjenis kelamin laki-laki.




3.3      Fransiska Anastasya alias Icha Rahmat Sulistyo dijerat dalam pemalsuan identitas

Kepolisian Sektor  Jatiasih, Bekasi, masih mendalami kasus Fransiska Anastasya (19) alias Icha. Orang ini sejatinya seorang pria bernama asli Rahmat Sulistyo yang mengaku-aku sebagai perempuan dan sempat dinikahi Muhammad Umar. Saat dimintai keterangan, Kapolsek Jatiasih Ajun Komisaris Pol. Darmawan menjelaskan, penyidik menjerat Icha dengan Pasal 266 KUHP tentang pemalsuan identitas dengan ancaman kurungan lima tahun penjara. “Proses masih terus berjalan,” ujar Darmawan, senin, 4 April 2011. Kejadian ini terbongkar setelah warga Jatiasih menggerebek rumah Icha di Kampong Bojong RT 01/ RW 02, Kelurahan Jatisari, Kecamatan Jatiasih. Icha pun ditelanjangi. Ternyat, dia memang laki-laki.
Icha diduga menipu Umar untuk memuaskan nafsu birahinya karena dia adalah penyukai sesame jenis. “Icha masih mendekam ditahanan Polsek Jatiasih guna pemeriksaan lebih lanjut. Orang tuanya juga sudah datang untuk menjenguk.” Kata Darmawan lagi.
Umar memang memiliki cacat pada satu indera penglihatannya. Kekurangan inilah yang dimanfaatkan Icha. Hubungan kedua lelaki itu bermula di Facebook pada Agustus 2010. Sebulan kemudian, mereka lalu menikah. Untuk menyamarkan kelaminnya, Icha selalu mengenakan jilbab dan pakaian tertutup. Tiap kali berhubungan badan, Icha juga meminta dua syarat : pertama harus dalam keadaan gelap gulita dan dengan cara, maaf, dari arah belakang.


B A B   IV
P E R M A S A L A H A N


4.1            Icha Bayar Rp.200.000,- Dua Teman Untuk Mengaku Jadi Orang Tuanya

Saat menikah dengan Umar, Fransiska Anastasya Octaviany alias Icha membawa dua orang yang diakui sebagai kedua orang tuanya. Namun belakangan diketahui, keduanya hanya orang suruhan Icha yang dibayar Rp.200.000,-.
“Jadi dua orang yang diakui sebagai orang tuanya itu hanya temannya yang dimintai tolong dan dibayar Rp.200.000,-.” kata Kapolsek Jatiasih AKP Darmawan saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (2/ 4/ 2011).
Darmawan mengatakan, kedua teman sebenarya juga korban Icha. Selama ini, keduanya juga mengenal Icha sebagai seorang perempuan. “Mereka juga kenalnya dia itu perempuan, jadi nggak tahu kalau dia itu ternyata laki-laki,” katanya.
Menurut Darmawan, kedua orang tua palsu Icha tersebut akan dimintai keterangan sebagai saksi. “Nanti kita akan periksa mereka sebagai saksi juga,” kata Darmawan.
Dua orang tua palsu Icha itu turut hadir saat Icha menikah dengan Umar saat Lebaran tahun 2010 lalu. Kini, Icha telah meringkuk ditahanan setelah ketahuan mengaku menjadi perempuan dengan ancaman tujuh tahun penjara.
Icha telah memalsukan KTP dan Kartu Keluarga untuk menikah dengan Umar, seorang pekerja pabrik yang tinggal di Jatiasih, Bekasi. Umar dan Icha alias Rahmat menikah resmi di KUA. Umar baru menyadari isterinya ternyata laki-laki setelah pernikahan keduanya berjalan enam bulan. Umar yang merasa tertipu lalu melaporkan isterinya ke Polsek Jatiasih.


4.2            KUA Jatiasih Pastikan Buku Nikah Umar dan Icha Palsu

Kantor Urusan Agama (KUA) Jatiasih memastikan buku pernikahan milik Fransiska Anastasya Octaviany alias Icha alias Rahmat Sulistyo dengan Umar palsu. Diketahui nomor register pernikahan mereka tidak terdaftar.
“Setelah kami cek pernikahan bulan September tidak ada pernikahan mereka di nomor register kami,” kata Kepala KUA Jatiasih, Ahmad Sumroni saat dihubungi detikcom, Senin (4/4/2011).
Ahmad menduga kedua pasangan tersebut menggunakan buku pernikahan palsu. Selain dari daftar pernikahan, nomor register buku pernikahan juga diduga dipalsukan.
“Misalnya di nomor register kami menggunakan angka register 30 tapi di nomor register pernikahan Umar dan Icha pakai angka 90, diduga dipalsukan.” Jelas Ahmad Sumroni.
Umar menampik jika disebut ada pihaknya yang sengaja melakukan pemalsuan buku pernikahan pasangan tersebut.
“Setelah kami cek petugas kami tidak ada yang terlibat. Mungkin itu memang buku pernikahan yang banyak beredar di masyarakat,” sanggah Ahmad.
Ahmad menambahkan, dirinya siap membantu polisi dalam pengungkapan kasus yang kini menimpa Icha alias Rahmat. Hingga saat ini pihaknya masih menunggu surat pemanggilan resmi dari kepolisian.
Umar dan Icha menikah sepekan sesudah Lebaran tahun 2010 lalu. Keduanya hidup serumah dengan orang tua Umar di Jatiasih, Bekasi. Setelah enam bulan berlalu baru ketahuan Icha ternyata seorang laki-laki yang bernama asli Rahmat Sulistyo.
Karena dianggap menipu, Warga akhirnya melaporkan isteri Umar ke Polsek Jatiasih. Sang isteri yang dikenalnya melalui jejaring social Facebook itu kini ditahan dengan ancaman tujuh tahun penjara.


4.3            Menurut Teori dan Undang-Undang

Pernikahan Sesama Jenis pada 2010 silam di Kampung Bojong Jatisari
1.       Melanggar undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
2.       Pasal 266 KUHP tentang pemalsuan identitas dengan ancaman 5 tahun penjara
3.      Karena dianggap menipu warga yang dikenalnya melalui jejaring social Facebook kini ditahan dengan ancaman 7 tahun penjara.


B A B   V
P E N U T U P


5.1      K E S I M P U L A N

Hukum pidana atau hukum publik adalah hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan berakibat diterapkannya hukuman pidana bagi barang siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam undang-undang pidana. Dalam hukum pidana dikenal, 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran, kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya. Sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh undang-undang, seperti tidak menggunaka helm, tidak menggunakan sabuk pengaman saat berkendaraan dan sebagainya. Di Indonesia, hukum pidana diatur secara umum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang merupakan peninggalan dari zaman penjajahan Belanda, sebelumnya bernama Wetboek Van Straafheid (WvS). KUHP merupakan lex generalis bagi pengaturan hukum pidana di Indonesia dimana asas-asas umum termuat dan menjadi dasar bagi semua ketentuan pidana yang diatur di luar KUHP (lex specialis).




5.2      S A R A N

Dari hasil tugas makalah yang kami buat kami merasa banyak kekurangan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan berbagai masukan yang akan membangun untuk memperbaiki tugas kami kedepan.
Adapun saran dari kami terhadap kasus tersebut diatas bahwa sebagai warga Negara Indonesia harus berhati-hati terhadap segala bentuk penipuan baik melalui media massa ataupun media internet. Kita juga harus waspada terhadap lingkungan disekitar kita, jangan sampai kita tertipu oleh sebuah tindak kejahatan.


D A F T A R   P U S T A K A


1.     Detik.Com, “Polisi Akan Periksa Petugas KUA” edisi Sabtu, 09 April 2011.

2.     VivaNews “Isteri Gadungan Terancam 5 Tahun Penjara” edisi Senin,            04 April 2011.

3.     Dimas “Kasus Icha Dilimpahkan Ke Kejaksaan Bekasi” edisi 09 April 2011.

4.     Harian Jawa Pos “Kasus Beristeri Pria”  edisi 04 April 2011.

5.     Kapolsek Jatiasih Kasus Icha, Isteri Gadungan Segera Disidangkan” edisi 07 April 2011.

6.     Harian Kompas “Sial Ternyata Isteriku Berkelamin Pria” edisi 01 April 2011.